Beberapa orang tua mungkin masih bertanya-tanya kapan mulai melatih anak berpuasa. Apakah bisa dimulai sediri mungkin? Apakah tidak memberatkan anak-anak jika sudah dibebankan sejak mereka TK? Bagaimana caranya? Apakah harus dengan memberikan rewards tertentu?
Tahun 2020 atau tahun 1441 Hijriyah ini adalah tahun kedua Alaric belajar berpuasa. Tahun lalu saat dia masih kelas A di TK, kami sudah mulai melatihnya berpuasa. Tapi tentu sesuai dengan kemampuannya. Inti dari melatih anak berpuasa adalah menjadikan ibadah ini menyenangkan buat anak.
Hari ini (28/4) adalah hari kelima puasa Ramadhan. Tahun ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika dulu Alaric tetap bersekolah dan bisa berlatih puasa dengan guru dan teman-temannya, tahun ini mau tidak mau dia belajar berpuasa di rumah akibat pandemi Covid-19 yang akhirnya membuat pemerintah daerah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya sekolah diliburkan entah sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan sekarang.
Meskipun demikian, hikmah dengan adanya pandemi Covid-19 ini adalah kami sebagai orang tuanya dapat memantau perkembangan latihan berpuasanya. Hari pertama misalnya, dia sangat girang ketika mendengar adzan Dzuhur dan langsung lari menuju dapur untuk berbuka puasa. Ya, hari pertama di usianya yang 6 tahun, puasanya masih jebol di siang hari.
Bagaimana dengan hari kedua? Sebenarnya tidak jauh berbeda. Akan tetapi TFP tentang hadits rosul bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, mulai kami sampaikan di hari pertama tersebut.
"Besok, insya Allah lebih baik ya bang. Kita coba sampai jam satu. Oke?" kata mamanya.
Pengetahuan dan motivasi untuk jadi lebih baik dari hari itu mulai terus kami samapaikan. Pun begitu ketika malam hari menjelang tidur hingga waktu makan sahur. Kami selalu berikan motivasi bahwa orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah ciri-ciri orang yang beruntung dan dicintai Nabi.
Alhamdulillah, puasa hari kedua persis dibuka di Jam 1 (satu) siang. Itu pun waktu mendengar adzan dzuhur terus merengek kepengen minum. 😆
Hari ketiga alhamdulillah bisa berpuasa full hingga maghrib. Sayangnya, siang hari sehabis shalat dzuhur dia mengantar Adiknya ke dapur yang ingin makan nastar. Kecolongan deh sebutir nastar nanas masuk ke mulut. Dan dia baru sadar kalau puasa. 😝. Surprisenya dia jujur bicara kepada ayah dan mama bahwa tadi sempat makan Nastar sebutir, tapi tak sempat minum.
Marah? Ngga perlu. Kami sadar bahwa dia sedang proses belajar berpuasa. Jadi setelah menelan sebutir nastar tadi, dia lanjut puasa sampai adzan maghrib berkumandang.
Akhirnya kemarin Alaric bisa puasa full sejak terbit fajar hingga waktu maghrib. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Mudah-mudahan hari ini juga tetap bisa berpuasa penuh.
Oleh karena itu, kami perlu melatih sedini mungkin anak-anak beribadah termasuk puasa. Seperti yang saya ceritakan di awal, Alaric sendiri mulai berpuasa di saat dia masuk kelas A di TK. Akan tetapi sebelumnya kami sudah mempersiapkannya.
Sejak dia mulai memahami aktivitas orang dewasa waktu usia 2-3 tahun menjelang masuk kelas PG, kami mulai memberikan pengetahuan tentang puasa. Di bulan Ramadhan Ayah dan mama bicara bahwa kami sedang puasa. Saat puasa, ayah dan mama tidak makan, minum, dan menjaga diri dari hal-hal yang kurang baik. Di usia ini, Alaric masih makan pagi-siang-malam seperti biasa dan kami tidak mengajaknya puasa. Hanya kami sering bicara bahwa insya Allah nanti saat masuk kelas A dia akan mulai belajar berpuasa.
Ketika sudah di kelas A, jauh-jauh hari menjelang puasa kami sudah banyak diskusi tentang puasa dengannya. Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat puasa. Sehingga ketika sudah masuk bulan Ramadhan, dia sudah siap untuk mulai belajar puasa. Tantangan terberatnya di usia ini adalah dia agak susah dibangunkan untuk sahur.
Maka ketika dia kelas A dia hanya bisa berpuasa sampai dzuhur dan itu pun tidak genap 30 hari. Tidak masalah karena memang dia sedang belajar berpuasa. Meskipun demikian, kami tetap mengajarkan dia untuk menghormati orang berpuasa. Jadi saat dia tidak berpuasa karena tidak ikut sahur, dia tetap tidak boleh makan snack di kelas kecuali memang sudah jam waktu makan siang. Alhamdulillah, gurunya di sekolah tetap bisa bekerja sama melatih untuk hal ini.
Di usia 6 tahun menjelang masuk sekolah formal ini, Alaric sudah harus lebih meningkat dibanding sebelumnya. Itu kenapa beberapa pekan sebelum masuk bulan suci Ramadhan, kami sudah diskusi tentang puasa. Ayah juga siapkan buku-buku tentang puasa yang bisa dibacanya. Kami diskusi tentang sahur, buka, hal-hal yang membatalkan puasa melalui buku-buku yang dibaca bersama-sama.
Malam harinya menjelang tidur, kami mengajak Alaric membaca niat puasa bersama-sama berikut artinya. Disini kami siapkan pikirannya untuk bisa bangun sahur.
"Insya Allah, dengan niat yang kuat ini Alaric bisa bangun sahur sebelum subuh dan makan bersama ya," begitu bimbing mamanya.
Afirmasi sebelum tidur ini sangat efektif. Buktinya, sampai hari kelima Alaric mudah dibangunkan untuk sama-sama makan sahur. Alhamdulillah... Tak lupa kami selalu memberikan apresiasi ketika dia mudah dibangunkan.
"Alhamdulillah.... ayah senang Alaric mudah dibangunkan. Insya Allah dengan makan sahur puasanya kuat ya," begitu setiap hari sesaat setelah membaca doa bangun tidur.
Pun begitu dengan ibadah puasa. Sejak awal membangun ibadah puasa kepada Alaric kami selalu memberikan pengetahuan tentang puasa. Mengapa Allah Swt perintahkan kita puasa, bagaimana para nabi-nabi terdahulu berpuasa, apa manfaatnya, hingga bagaimana makhluk Allah Swt lainnya juga berpuasa seperti ulat yang berpuasa saat menjadi kepompong dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang indah. Ada maksud baik Allah Swt disitu.
Kami bangun kesenangan Alaric terhadap puasa. Itu dilakukan dengan tidak memberikan tekanan harus berpuasa penuh. Dia boleh berpuasa semampunya sesuai kesepakatan saat makan sahur. Lagipula sampai nantia dia Akil Baligh, dia belum dibebankan dosa. Maka saat-saat ini adalah bagaimana kami mengusahakan agar dia menjalankan puasa dengan gembira termasuk merasakan manfaatnya.
Kami juga tidak memberikan iming-iming semisal kalau dia berhasil puasa penuh sehari akan dibelikan eskrim atau jika dia mampu berpuasa full dia boleh beli mainan atau hadiah-hadiah lainnya. Kami ingin berhati-hati membangun ketauhidannya bahwa segala amal ibadah harus dilakukan dengan ikhlas, lillahita'ala (Bukankah bunyi niat puasa begitu?), bukan karena upah uang ataupun hadiah mainan.
Karena di usia dini dia belum bisa berpikir abstrak tentang konsep Ikhlas karena Allah Swt, kami lebih banyak membangun tentang apa manfaat yang bisa didapat dari puasa.
"Alhamduillah, puasa mengajarkan kita untuk disiplin. Kita tahu kapan harus mulai puasa, kapan harus buka," jelas ayah.
"Ayah senang puasa, karena melatih diri kita jadi disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Disiplin sangat berguna untuk hidup kita sekarang maupun nanti ketika kamu sudah dewasa."
Tak terasa ternyata cukup panjang juga ya sharing tentang puasa ini. Semoga ayah bunda bisa mengambil manfaat dan mempraktikkannya kepada putra-putrinya di rumah.
Ohya, di pos berikutnya insya Allah Alaric mau berbagi printable media belajar puasa yang bisa diunduh untuk digunakan sabagai sarana belajar berpuasa.
Selamat mencoba.....
Tahun 2020 atau tahun 1441 Hijriyah ini adalah tahun kedua Alaric belajar berpuasa. Tahun lalu saat dia masih kelas A di TK, kami sudah mulai melatihnya berpuasa. Tapi tentu sesuai dengan kemampuannya. Inti dari melatih anak berpuasa adalah menjadikan ibadah ini menyenangkan buat anak.
Hari ini (28/4) adalah hari kelima puasa Ramadhan. Tahun ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika dulu Alaric tetap bersekolah dan bisa berlatih puasa dengan guru dan teman-temannya, tahun ini mau tidak mau dia belajar berpuasa di rumah akibat pandemi Covid-19 yang akhirnya membuat pemerintah daerah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibatnya sekolah diliburkan entah sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan sekarang.
Meskipun demikian, hikmah dengan adanya pandemi Covid-19 ini adalah kami sebagai orang tuanya dapat memantau perkembangan latihan berpuasanya. Hari pertama misalnya, dia sangat girang ketika mendengar adzan Dzuhur dan langsung lari menuju dapur untuk berbuka puasa. Ya, hari pertama di usianya yang 6 tahun, puasanya masih jebol di siang hari.
Bagaimana dengan hari kedua? Sebenarnya tidak jauh berbeda. Akan tetapi TFP tentang hadits rosul bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, mulai kami sampaikan di hari pertama tersebut.
"Besok, insya Allah lebih baik ya bang. Kita coba sampai jam satu. Oke?" kata mamanya.
Pengetahuan dan motivasi untuk jadi lebih baik dari hari itu mulai terus kami samapaikan. Pun begitu ketika malam hari menjelang tidur hingga waktu makan sahur. Kami selalu berikan motivasi bahwa orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah ciri-ciri orang yang beruntung dan dicintai Nabi.
Alhamdulillah, puasa hari kedua persis dibuka di Jam 1 (satu) siang. Itu pun waktu mendengar adzan dzuhur terus merengek kepengen minum. 😆
Hari ketiga alhamdulillah bisa berpuasa full hingga maghrib. Sayangnya, siang hari sehabis shalat dzuhur dia mengantar Adiknya ke dapur yang ingin makan nastar. Kecolongan deh sebutir nastar nanas masuk ke mulut. Dan dia baru sadar kalau puasa. 😝. Surprisenya dia jujur bicara kepada ayah dan mama bahwa tadi sempat makan Nastar sebutir, tapi tak sempat minum.
Marah? Ngga perlu. Kami sadar bahwa dia sedang proses belajar berpuasa. Jadi setelah menelan sebutir nastar tadi, dia lanjut puasa sampai adzan maghrib berkumandang.
Akhirnya kemarin Alaric bisa puasa full sejak terbit fajar hingga waktu maghrib. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Mudah-mudahan hari ini juga tetap bisa berpuasa penuh.
Usia Berapa Sebaiknya Belajar Berpuasa?
Sebenarnya tidak ada usia tertentu anak harus belajar berpuasa. Yang pasti Nabi saw menganjurkan anak-anak mulai belajar shalat sejak usia 7 tahun dan boleh 'dipukul' jika tidak shalat di usia 10 Tahun. Kami sendiri memaknai kalimat boleh 'dipukul' adalah sebagai usaha agar kami tidak perlu memukul anak di usia berapapun, termasuk di usia 10 tahun. Itu artinya, anak-anak kami harus sudah siap lancar beribadah di usia tersebut.Oleh karena itu, kami perlu melatih sedini mungkin anak-anak beribadah termasuk puasa. Seperti yang saya ceritakan di awal, Alaric sendiri mulai berpuasa di saat dia masuk kelas A di TK. Akan tetapi sebelumnya kami sudah mempersiapkannya.
Sejak dia mulai memahami aktivitas orang dewasa waktu usia 2-3 tahun menjelang masuk kelas PG, kami mulai memberikan pengetahuan tentang puasa. Di bulan Ramadhan Ayah dan mama bicara bahwa kami sedang puasa. Saat puasa, ayah dan mama tidak makan, minum, dan menjaga diri dari hal-hal yang kurang baik. Di usia ini, Alaric masih makan pagi-siang-malam seperti biasa dan kami tidak mengajaknya puasa. Hanya kami sering bicara bahwa insya Allah nanti saat masuk kelas A dia akan mulai belajar berpuasa.
Ketika sudah di kelas A, jauh-jauh hari menjelang puasa kami sudah banyak diskusi tentang puasa dengannya. Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat puasa. Sehingga ketika sudah masuk bulan Ramadhan, dia sudah siap untuk mulai belajar puasa. Tantangan terberatnya di usia ini adalah dia agak susah dibangunkan untuk sahur.
Bagaimana Mulai Mengajarkan Anak Berpuasa
Ada beberapa teman yang membangunkan sahur anaknya dengan tayangan menarik di televisi. Kami tidak memilih opsi ini. Meskipun sudah memiliki TV Kabel (yang dibelikan neneknya), kami hampir jarang menonton TV. Pun begitu ketika bulan suci Ramadhan tiba. Saat Alaric bisa ikut bangun sahur, dia mulai berlatih puasa. Ketika memang benar-benar sulit dibangunkan, ya tidak berpuasa karena kami ingin mengajarkan bahwa puasa dimulai dari tebit fajar, sesuai tuntunan syariat. Jika makannya sudah jam 6 pagi, itu tidak bisa dikatakan lagi sebagai makan sahur karena itu sudah masuk sarapan pagi. 😄Maka ketika dia kelas A dia hanya bisa berpuasa sampai dzuhur dan itu pun tidak genap 30 hari. Tidak masalah karena memang dia sedang belajar berpuasa. Meskipun demikian, kami tetap mengajarkan dia untuk menghormati orang berpuasa. Jadi saat dia tidak berpuasa karena tidak ikut sahur, dia tetap tidak boleh makan snack di kelas kecuali memang sudah jam waktu makan siang. Alhamdulillah, gurunya di sekolah tetap bisa bekerja sama melatih untuk hal ini.
Di usia 6 tahun menjelang masuk sekolah formal ini, Alaric sudah harus lebih meningkat dibanding sebelumnya. Itu kenapa beberapa pekan sebelum masuk bulan suci Ramadhan, kami sudah diskusi tentang puasa. Ayah juga siapkan buku-buku tentang puasa yang bisa dibacanya. Kami diskusi tentang sahur, buka, hal-hal yang membatalkan puasa melalui buku-buku yang dibaca bersama-sama.
Malam harinya menjelang tidur, kami mengajak Alaric membaca niat puasa bersama-sama berikut artinya. Disini kami siapkan pikirannya untuk bisa bangun sahur.
"Insya Allah, dengan niat yang kuat ini Alaric bisa bangun sahur sebelum subuh dan makan bersama ya," begitu bimbing mamanya.
Afirmasi sebelum tidur ini sangat efektif. Buktinya, sampai hari kelima Alaric mudah dibangunkan untuk sama-sama makan sahur. Alhamdulillah... Tak lupa kami selalu memberikan apresiasi ketika dia mudah dibangunkan.
"Alhamdulillah.... ayah senang Alaric mudah dibangunkan. Insya Allah dengan makan sahur puasanya kuat ya," begitu setiap hari sesaat setelah membaca doa bangun tidur.
Perlukah Memberi Rewards untuk Puasa Anak?
Dari hasil penelitian ahli pendidikan usia dini di Michigan State University, Amerika Serikat, tentang domain berpikir kami menyadari bahwa salah satu tujuan objektif belajar anak di usia dini adalah dia harus mendapatkan kesenangan dari banyak pengalaman tanpa tujuan lain dalam pikirannya. Inilah kenapa apapun yang dilakukan anak kami berusaha untuk tidak memberi iming-iming maupun ancaman ketika anak melakukan sesuatu.Pun begitu dengan ibadah puasa. Sejak awal membangun ibadah puasa kepada Alaric kami selalu memberikan pengetahuan tentang puasa. Mengapa Allah Swt perintahkan kita puasa, bagaimana para nabi-nabi terdahulu berpuasa, apa manfaatnya, hingga bagaimana makhluk Allah Swt lainnya juga berpuasa seperti ulat yang berpuasa saat menjadi kepompong dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang indah. Ada maksud baik Allah Swt disitu.
Kami bangun kesenangan Alaric terhadap puasa. Itu dilakukan dengan tidak memberikan tekanan harus berpuasa penuh. Dia boleh berpuasa semampunya sesuai kesepakatan saat makan sahur. Lagipula sampai nantia dia Akil Baligh, dia belum dibebankan dosa. Maka saat-saat ini adalah bagaimana kami mengusahakan agar dia menjalankan puasa dengan gembira termasuk merasakan manfaatnya.
Kami juga tidak memberikan iming-iming semisal kalau dia berhasil puasa penuh sehari akan dibelikan eskrim atau jika dia mampu berpuasa full dia boleh beli mainan atau hadiah-hadiah lainnya. Kami ingin berhati-hati membangun ketauhidannya bahwa segala amal ibadah harus dilakukan dengan ikhlas, lillahita'ala (Bukankah bunyi niat puasa begitu?), bukan karena upah uang ataupun hadiah mainan.
Karena di usia dini dia belum bisa berpikir abstrak tentang konsep Ikhlas karena Allah Swt, kami lebih banyak membangun tentang apa manfaat yang bisa didapat dari puasa.
"Alhamduillah, puasa mengajarkan kita untuk disiplin. Kita tahu kapan harus mulai puasa, kapan harus buka," jelas ayah.
"Ayah senang puasa, karena melatih diri kita jadi disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Disiplin sangat berguna untuk hidup kita sekarang maupun nanti ketika kamu sudah dewasa."
Tak terasa ternyata cukup panjang juga ya sharing tentang puasa ini. Semoga ayah bunda bisa mengambil manfaat dan mempraktikkannya kepada putra-putrinya di rumah.
Ohya, di pos berikutnya insya Allah Alaric mau berbagi printable media belajar puasa yang bisa diunduh untuk digunakan sabagai sarana belajar berpuasa.
Selamat mencoba.....